Review Kamera Fujifilm X Half: Kamera Digital Rasa Analog, Andalan Baru Pecinta Fotografi Retro

Fujifilm kembali mencuri perhatian dunia fotografi dengan peluncuran kamera terbarunya, Fujifilm X Half. Mengusung desain unik dan filosofi retro-modern, kamera ini menimbulkan banyak spekulasi sejak pertama kali diperkenalkan. Apakah ini kamera analog setengah frame? Atau kamera digital saku? Jawabannya: keduanya, namun juga bukan sepenuhnya salah satu.

Dengan banderol harga sekitar $850 (sekitar Rp13 juta), Fujifilm X Half memosisikan diri sebagai kamera digital saku premium yang menghadirkan sensasi fotografi analog dalam genggaman. Lewat fitur, desain, dan mode pemotretan yang terinspirasi dari era film, Fujifilm berambisi menciptakan pengalaman baru atau lebih tepatnya, nostalgia lama yang dikemas ulang secara modern.

Desain Kompak dan Estetika Klasik

X Half hadir dalam balutan desain yang memikat. Tiga varian warna, termasuk charcoal silver yang paling disukai banyak pengguna dipadukan dengan lekukan vintage dan tipografi klasik. Desain ini menjadikan kamera terlihat seperti barang koleksi berkelas ketimbang alat dokumentasi biasa.

Memiliki bobot hanya 240 gram, kamera ini sangat ringan dan mudah dibawa. Bentuknya yang kecil dan lensa 10.8mm f/2.8 membuatnya setara dengan kamera QuickSnap legendaris dari Fujifilm. Sebagai kamera saku, X Half memang benar-benar bisa masuk ke dalam kantong celana.

Pengalaman Analog dalam Balutan Digital

Salah satu daya tarik utama dari Fujifilm X Half yakni upaya menghadirkan kembali sensasi memotret seperti menggunakan kamera film. Ini diwujudkan melalui beberapa fitur, seperti optical viewfinder (OVF) yang akurat dan thumb winder tuas pemutar film yang berfungsi setelah setiap pengambilan gambar.

Selain itu, kamera ini menyajikan “Film Camera Mode”, di mana pengguna harus memilih “jenis film” digital yang akan digunakan, termasuk simulasi film populer seperti Acros, Classic Chrome, dan Nostalgic Neg. Dalam mode ini, pengguna juga menentukan jumlah “frame” per “roll” (36, 54, atau 72 foto), serta mengaktifkan tanggal stempel ala kamera film jadul.

Namun, meski niatnya menarik, eksekusinya masih memiliki kekurangan. Fungsi thumb winder misalnya, terkadang tidak terdeteksi dengan baik jika diputar terlalu cepat. Hal ini bisa sedikit mengganggu pengalaman yang seharusnya imersif.

Kualitas Gambar dan Mode Simulasi Film

Ditenagai oleh sensor 18MP Type 1, kualitas gambar dari Fujifilm X Half tergolong standar, dengan kedalaman bidang yang luas. Artinya, hampir seluruh bagian gambar akan selalu dalam fokus, menyerupai hasil kamera point-and-shoot. Kamera ini tidak menyediakan opsi file RAW dan hanya menghasilkan JPEG.

Meski begitu, kekuatan utama kamera ini terletak pada simulasi warna film khas Fujifilm. Mode seperti Classic Neg, Acros (hitam-putih), hingga filter efek seperti halation dan light leak mampu menciptakan nuansa foto layaknya hasil cetakan film yang telah kedaluwarsa. Efek ini bahkan bisa muncul secara acak, memberikan elemen kejutan yang menyenangkan.

Navigasi Layar Sentuh dan Kendala Kontrol

Pengoperasian kamera ini didominasi oleh layar sentuh vertikal kecil yang sayangnya terasa sempit dan kurang responsif. Navigasi dilakukan dengan gestur swipe ke berbagai arah: kiri untuk menu utama, atas untuk pengaturan cepat, kanan untuk simulasi film, dan bawah untuk mengaktifkan koneksi ke aplikasi X Half.

Meskipun terlihat minimalis, antarmuka ini bisa menjadi tantangan tersendiri, terutama saat harus mengambil gambar cepat. Tidak ada tombol fisik untuk pengaturan ISO atau shutter speed, sehingga pengguna dipaksa bergantung pada layar sentuh.

Video, Baterai, dan Fitur Tambahan

Kamera ini memang bukan dirancang untuk perekaman video. Resolusi maksimalnya hanya 1440x1080p, dan kualitas videonya tidak mampu bersaing dengan smartphone kelas menengah sekalipun. Namun untuk kebutuhan dokumentasi singkat, fitur ini masih bisa dimanfaatkan.

Untuk daya tahan, X Half menggunakan baterai Fujifilm W126-S yang sama seperti pada lini kamera X Series lainnya. Dalam pemakaian normal, satu kali pengisian daya cukup untuk digunakan seharian. Kamera juga dibekali port USB-C dan satu slot kartu SD.

Sayangnya, fitur flash internal yang digunakan adalah lampu LED, bukan flash Xenon seperti pada kamera film. Cahaya LED tidak mampu menghasilkan kesan “blast” khas kamera analog, sehingga aspek ini terasa seperti peluang yang terlewatkan.

Dalam banyak hal, Fujifilm X Half bukanlah kamera untuk semua orang. Ia tidak menawarkan kualitas gambar terbaik, bukan pula kamera tercepat atau paling praktis. Namun, bagi pecinta fotografi yang mencari sensasi analog dalam format digital, kamera ini memberikan pengalaman yang menyenangkan dan penuh karakter.

Fujifilm X Half sangat cocok bagi fotografer kasual, penikmat estetika retro, atau siapa pun yang ingin merasakan kembali keseruan memotret dengan “film”—tanpa harus membeli roll film dan membawanya ke lab cuci cetak.

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, kamera ini berhasil mengisi celah unik di dunia fotografi modern: sebuah perangkat digital yang mampu membangkitkan kenangan masa lalu.

About Bro Wahyudi

Check Also

Google VEO 3

Kenalan dengan Google Veo 3, AI Terbaru dari Google yang Bisa Bikin Video Keren Hanya dari Teks

Google kembali mencuri perhatian dunia teknologi melalui peluncuran Veo 3, sebuah model AI video generatif …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *